Friday 20 September 2013

Manfaat Jengkol untuk Kesehatan Tanaman Padi

Manfaat Jengkol untuk Kesehatan Tanaman Padi
Siapa tidak kenal jengkol? Panganan khas Betawi itu kerap dikonsumsi sebagai lauk pelengkap nasi uduk. Selain untuk dikonsumsi, buah jengkol yang memiliki bau sangat menyengat ternyata memiliki segudang manfaat yang baik untuk kesehatan.

Namun, di Desa Beringin Raya, Provinsi Bengkulu, petani setempat menggunakan kulit jengkol untuk menangkal gulma pada tanaman padi. Selain bermanfaat, usaha yang dilakukan para petani itu telah memanfaatkan 20 ton limbah kulit jengkol yang dibuang setiap hari di Bengkulu. Bahkan, di Jawa Barat diperkirakan mencapai 100 ton limbah kulit jengkol yang bisa dimanfaatkan. Demikian disampaikan Dosen program studi (prodi) Ilmu Pertanian, Universitas Bengkulu (Unib) Uswatun Nurjannah dalam ujian terbuka promosi doktor di fakultas pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
"Petani padi sawah di desa tersebut biasanya menabur ekstrak kulit buah jengkol utuh sebelum olah tanah kedua. Cara tersebut ternyata dapat menekan pertumbuhan gulma sekira 15 persen," kata Nurjannah, seperti dikutip dari situs UGM, Selasa (17/9/2013).

Dari hasil penelitian Nurjannah, kulit buah jengkol segar mengandung senyawa fenolat, flavonoid, dan asam galat. Kandungan senyawa tersebut, lanjutnya, merupakan hasil ekstrak kulih buah jengkol formulasi cair atau bubuk apabila digunakan saat musim tanam maka akan menghambat pertumbuhan rumput tuton.

"Alelokimia kulit buah jengkol segar menurunkan serapan hara, laju fotosintesis, dan transportasi rumput tuton asal biji," ungkap wanita yang berhasil lulus ujian doktor dengan predikat cum laude tersebut.
Menurut Nurjanah, sebaiknya ekstrak kuliah buah jengkol segar dimanfaatkan 10 ton per hektar agar dapat menggantikan penyiangan gulma. Namun demikian, hambatan alelokimia kulit buah jengkol segar justru terjadi pada gulma berdaun lebih besar dibandingkan rumputan dan tekian.
Dia menyimpulkan, pemanfaatan kulit buah jengkol mampu mengendalikan gulma, tidak hanya menekan biaya produksi dalam usaha padi sawah tapi juga sebagai pembuktian kearifan lokal dalam menangani limbah jengkol sehingga keseimbangan lingkungan terjaga.
"Hal ini juga sesuai dengan kaidah pertanian berkelanjutan," pungkas Nurjanah. Sumber

Thursday 19 September 2013

Tantangan Pendidikan Islam di Tengah Arus Globalisasi

Pendidikan Islam
Zaman sekarang, globalisasi menjadi hal yang pasti dan tidak dapat kita hindari. Perkembangan zaman terus menggilas kebutuhan manusia, sehingga banyak di temukan masalah-masalah sosial yang berkaitan dengan moralitas dan pendidikan, terutama di wilayah perkotaan. Jika kita perhatikan, pendidikan modern saat ini memiliki kedudukan yang tepat dan dapat di unggulkan, akan tetapi jika di lihat nilai spiritualnya sangat mengkhawatirkan khususnya bagi umat Muslim.

Proses Pendidikan yang berasal dari kebudayaan, berbeda dengan kenyataan pendidikan saat ini yang cenderung mengalienasikan proses pendidikan dari kebudayaan. Kita memerlukan suatu perubahan paradigma dari pendidikan untuk menghadapi proses globalisasi.

Pada paradigma lama, upaya pendidikan lebih cenderung sentralistik. Peran pemerintah sangat dominan dalam kebijakan pendidikan. Sebaliknya, peran institusi pendidikan dan institusi non-pendidikan masih lemah. Sementara pada paradigma baru, orientasi pendidikan lebih cenderung pada desentralistik, orientasi pengembangan pendidikan lebih bersifat holistik; artinya pendidikan ditekankan pada pengembangan kesadaran untuk bersatu kedalam kemajemukan budaya, kemajemukan berfikir, menjunjung tinggi nilai moral, kemanusiaan dan agama, kesadaran kreatif, produktif, dan kesadaran hukum. Pada paradigma baru ini terjadi peningkatan peran serta masyarakat secara kualitatif dan kuatitatif dalam upaya pengembangan pendidikan, pemberdayaan institusi masyarakat, seperti keluarga, LSM, pesantren, dunia usaha, lembaga kerja, dan pelatihan, dalam upaya pengelolaan dan pengembangan pendidikan, yang diorientasikan pada terbentuknya masyarakat madani.

Berdasarkan pandangan ini, pendidikan Islam harus di upayakan untuk:
  1. Mengalihkan paradigma yang berorientasi ke masa lalu (abad pertengahan) pada paradigma yang berorientasi ke masa depan, yaitu mengalihkan dari paradigma pendidikan yang hanya mengawetkan kemajuan, kepada paradigma pendidikan yang merintis kepada kemajuan.
  2. Mengalihkan paradigma yang berwatak feudal kepada paradigma pendidikan yang berjiwa demokratis.
  3. Mengalihkan paradigma dari pendidikan sentralisasi kepada paradigma pendidikan desentralisasi, sehingga menjadi pendidikan Islam yang kaya dalam keberagaman, dengan titik berat pada peran masyarakat dan peserta didik.
Oleh karena itu, dalam proses pendidikan, perlu dilakukan kesetaraan perlakuan sektor pendidikan dengan sektor lain, pendidikan yang berorientasi rekonstruksi sosial, pemberdayaan umat dan bangsa, serta pemberdayaan infrastruktur sosial untuk kemajuan pendidikan islam. Selain itu, pembentukan kemandirian dan keberdayaan untuk mencapai keunggulan, penciptaan iklim yang kondusif untuk tumbuhnya toleransi dan konsensus dalam kemajemukan. Dari pandangan ini, jelas bahwa dalam pendidikan islam diperlukan perencanaan terpadu secara horizontal (antarsektor) dan vertikal (antar jenjang-bottom-up dan top-down planning), dan berorientasi pada peserta didik, bersifat multikultural dengan perspektif global.

Rumusan paradigma pendidikan tersebut memberikan arah sesuai dengan arah pendidikan, yang secara makro dituntut mengantarkan masyarakat menuju masyarakat madani yang demokratis, religius, dan tangguh menghadapi lingkungan global. Untuk itu, dalam upaya pembaruan pendidikan Islam, diperlukan strategi kebijakan perubahan untuk menangkap kesempatan perubahan tersebut. Pendidikan Islam harus meninggalkan paradigma lama menuju paradigma baru.

Dengan paradigma baru tersebut, pendidikan Islam harus dapat mengembangkan kemampuan dan tingkah laku manusia yang dapat menjawab tantangan internal dan tantangan global menuju masyarakat madani. Pendidikan harus dikembangkan berdasarkan tuntutan acuan perubahan tersebut dan berdasarkan karakteristik masyarakat madani yang demikratis. Untuk menghadapi kehidupan global, proses pendidikan Islam harus mampu mengembangkan kemampuan berkompetisi, kemampuan kerjasama, mengembangkan sikap inovatif, serta meningkatkan kualitas. 

Dengan acuan ini, secara pasti akan terjadi pergeseran paradigma pendidikan, sehingga kebijakan dan strategi pengembangan pendidikan mampu untuk menangkap dan memanfaatkan semaksimal mungkin kesempatan tersebut. Apabila tidak, pendidikan Islam akan menjadi pendidikan yang “termarginalkan” dan tertinggal di tengah-tengah kehidupan masyarakat global.

Pergeseran drastis paradigma pendidikan sedang terjadi, dengan terjadinya aliran informasi dan pengetahuan yang begitu cepat dengan efisiensi penggunaan jasa teknologi informasi internet yang memungkinkan tembusnya batas-batas dimensi ruang, birokrasi, kemampuan, dan waktu. Pergeseran paradigma tersebut juga didukung dengan adanya kemauan dan upaya untuk melakukan reformasi total di berbagai aspek kehidupan bangsa dan Negara menuju masyarakat madani, termasuk pendidikan. Oleh karena itu pergeseran paradigma pendidikan juga di akui sebagai konsekuensi logis dari perubahan masyarakat, yaitu berupa keinginan untuk mengubah kehidupan masyarakat yang demokratis, berkeadilan, mengargai HAM, taat hukum, menghargai perbedaan dan terbuka menuju masyarakat madani.

Selanjutnya, terjadi perubahan paradigma pendidikan juga merupakan akibat dari percepatan aliran ilmu pengetahuan yang akan menantang sistem pendidikan konvensional yang antara lain sumber ilmu pengetahuan tidak lagi terpusat pada lembaga pendidikan formal yang konvensional. Sumber ilmu pengetahuan akan tersebar dimana-mana dan setiap orang akan dengan mudah memperoleh pengetahuan. Paradigma ini dikenal sebagai distributed intelligence (distributed knowledge).

.Kondisi ini akan berpengaruh pada fungsi tenaga pendidik (guru dan dosen) dan lembaga pendidikan yang “akhirnya” beralih dari sebuah sumber ilmu pengetahuan menjadi “mediator” dari ilmu pengetahuan tersebut. Proses pendidikan seumur hidup (long life learning) dalam dunia pendidikan informal yang sifatnya lebih learning based daripada teaching based akan menjadi kunci perkembangan sumber daya manusia. Peranan web, homepage, CD-ROM mempercepat proses distributed knowledge. Hal ini secara langsung akan menentang sIstem kurikulum yang rigid dan sifatnya terpusat dan mapan yang kini lebih banyak dianut dan lebih difokuskan pada pengajaran dan kurang pada pendidikan. Ilmu pengetahuan akan terbentuk secara kolektif dari banyak pemikiran yang sifatnya konsensus bersama dan tidak terikat pada dimensi birokrasi atau struktural.

Dengan demikian, pendidikan Islam harus mulai berbenah diri dengan menyusun strategi untuk menyongsong dan menjawab tantangan perubahan tersebut. Apabila tidak, pendidikan Islam akan tertinggal dalam persaingan global. Untuk itu, pendidikan Islam harus memerhatikan beberapa ciri yaitu:
  • Lebih diorientasikan atau menekankan upaya proses pembelajaran daripada mengajar;
  • Diorganisasikan dalam suatu struktur yang lebih bersifat fleksibel;
  • Memeprlakukan peserta didik sebagai individu yang memiliki karakteristik khusus dan mandiri;
  • Menjadi proses yang berkesinambungan dan senantiasa berinteraksi dengan lingkungan.
Keempat ciri ini, disebut dengan paradigma pendidikan sistematis-organik yang menuntut pendidikan bersifat double tracks, artinya pendidikan sebagai suatu proses yang tidak dapat dilepaskan dari perkembangan dan dinamika masyarakat.

***

Sumber:
  • Fasli Jalal, Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah, Yogyakarta: Adicita, 2001.
  • Hasan Basri, Kapita Selekta Pendidikan,Bandung: CV Pustaka Setia, 2012.
  • Onno W. Purbo, Tantangan Bagi Pendidikan Indonesia, from: http://www.detik.com/net/onno/jurnal/2004/aplikasi/pendidikan.
  • Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan, Yogyakarta: Bigraf Publishing, 2000.
  • Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008.